I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki
Hello Everyone! apa kabar kalian semua? Semoga selalu dalam keadaan sehat ya! hari ini aku akan ngereview buku yang berjudul "I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki" karya Baek Se Hee dimana katanya buku ini bestseller di Korea Selatan, buku ini termasuk ke dalam kategori self improvement.
Pertama kali tertarik dengan buku ini karena aku melihat toko buku yang sedang mempromosikan buku ini, setelah membaca sedikit sinopsisnya aku merasa tertarik untuk membacanya ditambah situasiku yang pada saat itu membuatku sedikit overthingking :) dan jujur saja belakangan ini aku cenderung membaca buku tentang self improvement.
Ada salah satu pernyataan di buku ini yang membuatku merasa sama dengan penulis namun dengan cara yang berbeda. Pernah suatu saat di acara event dimana acara itu aku yang menghandle, seteah acara selesai salah satu juri meminta kami untuk foto bersama aku pikir semua panitia namun kalian tahu apa? beliau hanya memilih sebagian dari kita yang memiliki tampang rupawan putih bersih dan aku tidak termasuk dalam kategori itu, sebagian dari kami hanya menonton panitia terpilih untuk berfoto bersama. Sakit memang rasanya, namun ya mau bagaimana lagi standar cantik sudah melekat dalam kepala setiap masing masing manusia. Lagipula hal ini sering terjadi padaku ketika aku bersama teman-temanku yang tentu saja cantik, hal kecil seperti akan membeli sesuatu atau berbicara pada seseorang... Jika kau rupawan kau akan di beri pelayanan ramah namun ketika kau kurang rupawan pelayanan akan berbanding terbalik (tapi aku tak membenci temanku mereka baik sangat malah, selalu mendukung dalam suatu keadaan. (eh kok malah jadi mlipir cerita haha) hal kecil di atas ternyata juga dirasakan oleh penulis dengan cara yang berbeda.
Dalam buku ini kalian akan menemukan interaksi antara psikater dan pasien (Baek Se Hee) yang apa adanya benar-benar apa adanya. Sepertinya aku tahu mengapa buku ini menjadi laris terjual di Korea Selatan, bagaimana seseorang tidak cepat merasa depresi jika kita sebagai manusia biasa secara terus menerus harus mengikuti standar yang ada di masyarakat? banyak yang dapat kita pelajari dan pahami di buku ini. Depresi dan distimia merupakan hal berbeda, depresi adalah sebuah gangguan mood yang menyebabkan perasaan depresif dan kehilangan kesenangan secara perisisten sedangkan distimia adalah jangka panjang dari depresi. Depresi mungkin sudah sering kita dengar sehingga sudah tak asing bagi kita terutama belakangan ini mental illness menjadi isu yang hangat di negara kita namun tak banyak yang memahami betul apa itu depresi. Terkadang jika kita membaca sesuatu yang sedikit seperti kita, kita cenderung langsung mengasumsikan bahwa kita ada dalam fase tersebut (aku lupa untuk istilah ini). Tidak apa-apa jika kita merasa jika masalah kita lebih berat di bandingkan dengan orang lain itu bukanlah hal yang egois, saat aku membaca kalimat tersebut aku merasa sedikit terketuk karena terkadang aku juga suka menyalahkan diri sendiri, dan berpikir masalahku tidak seberat masalah orang lain.
Menurutku bahasa yang digunakan buku ini sangat kaku (mungkin karena ini buku terjemahan dengan kategori self improvement) sehingga membutuhkan ekstra untuk membacanya bahkan aku sampai membaca dua kali untuk lebih memahami isi buku ini. Kata-kata penting atau menohok dalam buku ini memiliki tanda merah muda yang membuat kita tidak perlu menandai (karena aku sering memberi tanda pada kalimat yang ku rasa baik) api tetap saja aku masih membutuhkan penanda pada kalimat lain yang aku suka :)
Pertama kali tertarik dengan buku ini karena aku melihat toko buku yang sedang mempromosikan buku ini, setelah membaca sedikit sinopsisnya aku merasa tertarik untuk membacanya ditambah situasiku yang pada saat itu membuatku sedikit overthingking :) dan jujur saja belakangan ini aku cenderung membaca buku tentang self improvement.
"Aku tidak mengerti kenapa seseorang diperlakukan tidak baik hanya karena ia tidak sesuai dengan standar yang berlaku di masyarakat"
Ada salah satu pernyataan di buku ini yang membuatku merasa sama dengan penulis namun dengan cara yang berbeda. Pernah suatu saat di acara event dimana acara itu aku yang menghandle, seteah acara selesai salah satu juri meminta kami untuk foto bersama aku pikir semua panitia namun kalian tahu apa? beliau hanya memilih sebagian dari kita yang memiliki tampang rupawan putih bersih dan aku tidak termasuk dalam kategori itu, sebagian dari kami hanya menonton panitia terpilih untuk berfoto bersama. Sakit memang rasanya, namun ya mau bagaimana lagi standar cantik sudah melekat dalam kepala setiap masing masing manusia. Lagipula hal ini sering terjadi padaku ketika aku bersama teman-temanku yang tentu saja cantik, hal kecil seperti akan membeli sesuatu atau berbicara pada seseorang... Jika kau rupawan kau akan di beri pelayanan ramah namun ketika kau kurang rupawan pelayanan akan berbanding terbalik (tapi aku tak membenci temanku mereka baik sangat malah, selalu mendukung dalam suatu keadaan. (eh kok malah jadi mlipir cerita haha) hal kecil di atas ternyata juga dirasakan oleh penulis dengan cara yang berbeda.
Menurutku bahasa yang digunakan buku ini sangat kaku (mungkin karena ini buku terjemahan dengan kategori self improvement) sehingga membutuhkan ekstra untuk membacanya bahkan aku sampai membaca dua kali untuk lebih memahami isi buku ini. Kata-kata penting atau menohok dalam buku ini memiliki tanda merah muda yang membuat kita tidak perlu menandai (karena aku sering memberi tanda pada kalimat yang ku rasa baik) api tetap saja aku masih membutuhkan penanda pada kalimat lain yang aku suka :)
Salam Literasi 💕
Komentar
Posting Komentar